Sabtu, 21 Januari 2012

Ikhwan-Akhwat SMS-an? Boleh Dong, Kan Silaturrahmi!


Saat ini, saya merasa beruntung sekali karena mendapat kesempatan yang sangat langka. Bahkan mungkin tidak didapat oleh yang lain. Kesempatan untuk membaca puluhan kisah ikhwan dan akhwat yang pernah terlibat dengan urusan hati. Cinta. Ada yang terjebak ke dalam lingkaran larangan, ada pula segelintir yang berjuang mati-matian untuk kokoh mempertahankan prinshipnya, menjaga hati hingga selamat untuk dilabuhkan kepada sosok yang tepat, dalam keadaan yang tepat. Dan ketika segalanya telah disyahkan menjadi suatu ibadah karenanya. Subhanallah… Saya sempat dibuat iri oleh perjuangan segelintir ikhwan akhwat tersebut. Mengingatkan saya ketika masa-masa lajang saya hampir berakhir.

Saya yang begitu ingin mempertahan prinship dengan menanamkan tekad anti pacaran dalam hidup saya, ternyata luput dari semua rencana. Di akhir masa lajang saya, saya sempat terjebak oleh perhatian seorang ikhwan yang semula sama sekali tidak saya harapkan, namun karena perhatian dan tausiyahnya yang terus menerus, hati saya luluh juga. Dan saya menikmati tausiyah-tausiyah yang ia kirimkan selalu. Dan saya merasa senang ketika mendapati sapaannya yang berupa salam semata. Astaghfirullah…

Beruntung itu tidak lama. Saya masih diselamatkan oleh Allah melalui salah seorang hamba-Nya yang sholeh, yang kini telah syah menjadi suami saya. Alhamdulillah.

Di satu sisi, saya juga kecewa dengan seorang ikhwan yang saya tahu dari teman terdekat saya, dia adalah aktivis dakwah di daerahnya sana. Ia menjadi seorang panutan ummat. Jangkauan dakwahnya luas. Namun ia dengan ringan bisa menelepon akhwat yang sempat menarik hatinya. Akhwat yang belum syah menjadi apa-apanya. Yang belum halal baginya. Hanya untuk melepas kangen, saling mengenal. Mungkin, tak mengapa jika itu dilakukannya sekali dua untuk suatu kepentingan, tapi jika sudah berulang-ulang? Apalagi? Padahal ia tahu hukum berkhalwat!

Lebih kecewa lagi katika saya menerima telepon dari istri ikhwan tersebut yang mengadukan kekecewaannya mendapati SMS-SMS dari si akwat yang ditargetkan oleh si ikhwan. Saya memang tidak membaca SMSnya, tapi saya yakin istri tersebut tidak mengada-ada, karena ia telah diketahui keshalehahannya. Dan saya melihat secara langsung bagaimana interaksi si ikhwan dengan akhwat yang dimaksud oleh si sitri. Saya sudah sering mengingatkan kepada si akhwat bahwa interaksi mereka sudah kelewatan. Tetapi, dengan alasan silaturrahmi, apa yang saya sampaikan bak angin lalu yang tiada guna. Sampai di sini, saya berhenti. Toh mereka sama-sama tahu batasan-batasan bermuamalah antara ikhwan dan akhwat yang dibenarkan di dalam Islam.

Tetapi, saya mulai terusik kembali ketika saya mendapati inbox FB saya, disapa seseorang, lengkap dengan tuduhannya bahwa Ida Raihanlah yang telah menjodohkan ikhwan dan akhwat tersebut. Glodak!
Saya lebih baik berhasil mencomblangi 100 ikhwan-akhwat yang masih membujang dari pada mencomblangi seorang pria yang telah beristri! Hufh…!
Untuk Ikhwan yang merasa, cubalah mengerti perasaan istrimu. Kalaupun engkau ingin mendua, musyawarahnkanlah dengan cara yang baik, agar tidak melukai istri pertamamu. Tempuhlah dengan cara yang baik, yang tidak menyalahi syariat. Minta keredhaannya agar ia tidak kecewa. Apalagi ia telah menemani hidupmu selama belasan tahun. Di dalam Islam memang dibolehkan melakukan ta’adud, tetapi, alasan yang dikemukakan haruslah syar’i. Bukan karena nafsu! Apalagi sekedar melihat kecantikannya semata. Naudzubillah…

Jangan dengan alasan menikahinya karena agama, tetapi yang ditempuh jalan yang sama sekali tidak syar’i. Saling berkirim SMS, menelepon, kangen, rindu, puisi-puisi cinta, saling berkomentar yang tidak penting di FB! Hufh…  tidakkau engkau menyadari, mata lain yang memandang saja merasa sebah? Engkau bukan lagi ABG yang perlukan semacamnya. Tetapi engkau sudah matang dalam mengambil langkah.
Saya tidak berniat menasehati atau berkhotbah, tetapi saya hanya prihatin, engkau, yang mendapat julukan ikhwan dan akhwat, meskipun engkau tidak merasa, gerak gerikmu telah diperhatikan oleh orang-orang sekitarmu. Tindak-tandukmu banyak diambil contoh oleh orang-orang awam di sekitarmu. Jika kelakuanmu begitu, apa kata mereka? Sadarkah engkau? Mereka akan bilang, “Ah.. dia yang panutan aja begitu, kenapa aku tidak?” Tuing tuing banget bukan?
Mengertilah… jangan sampai alasan silaturrahmi, menjadikanmu runtuh nilai di mata ummat. Lebih-lebih di mata Allah. Runtuh nilai akbit cinta. Naudzubillah…
Sekali lagi, saya bukan bermaksud menggurui. Saya hanya ingin mengungkapkan kepedulian saya kepada teman seperjuangan, teman yang menyeru menuju jalan keredhaan-Nya. Semoga engkau redha karenanya…

Tidak ada komentar:

Posting Komentar